GELAR-GELAR YESUS
Guru
Dari ketiga Injil Sinopsis hanya Markus
yang menggunakan kata “guru” yang sesuai dengan bahasa aslinya yaitu “didaskalos”.
Meskipun Lukas juga menggunakan kata guru dalam terjemahan LAI tetapi
sebenarnya dalam bahasa aslinya ia tidak menggunkan kata “didaskalos” melainkan
“epistetes” yang artinya “pemimpin”.[1]
Murid-murid dalam Matius justru tidak menggunakan kata “guru” tetapi diganti
dengan kata “Tuhan” atau “Tuan”. Sapaan guru dalam Injil Matius hanya digunakan
oleh mereka yang menentang Yesus ataupun yang belum percaya kepada Yesus
seperti orang farisi dan ahli-ahli Taurat (Matius 12:38).[2]
Itulah sebabnya, disini saya akan mengkhususkannya dalam Injil Markus. Istilah
“guru” memang dikenal atau diketahui oleh orang Yahudi bahkan sebelum nama itu
diberikan kepada Yesus. Walaupun begitu, hal ini tidak berarti bahwa makna gelar
Yesus persis sama dengan makna gelar Yahudi. Tetapi sangat penting juga bahwa
kita harus melihat dengan teliti makna gelar-gelar tertentu yang pada akhirnya
tidak ditentukan secara menyeluruh oleh arti dan makna yang sudah ada sebelum
Yesus, melainkan oleh hal ikhwal Yesus sendiri. Sapaan “guru” adalah suatu
sapaan yang agak umum. Yesus disapa sebagai guru yaitu berarti guru hukum
Taurat. Dengan sapaan ini orang menghormati Yesus sebagai seorang yang mengenal
dan mengajarkan kehendak Allah atau Ia
mengajar jalan Allah (bnd. Markus 12:14).[3]
Sepuluh kali kita membaca bahwa Yesus dipanggil dengan sapaan guru. Hal ini
tidak hanya dilakukan oleh para muridNya (Markus 4:38), tetapi juga oleh orang
lain (Markus 10:17), bahkan oleh lawanNya (Markus 12:14, 19). Dalam bahasa Aram
istilah guru disebut dengan “rabi” (Markus 9:5, 11:21, 14:45) atau “rabuni”
(Markus 10:51). Jadi, Yesus oleh orang sezamanNya secara khusu murid-muridNya,
diterima sebagai guru. Yesus tidak sama persis dengan guru-guru orang Yahudi.
Ada dua perbedaanNya:
1. Dalam kebiasaan orang Yahudi, seseorang
yang akan memilih guruNya, tetapi Yesus berbeda. Dia sendiri yang memilih dan
memanggil murid-muridNya
2. Yesus memiliki kuasa yang tidak dimiliki
oleh ahli-ahli Taurat (Markus 1:22). Yesus memiliki sesuatu kuasa yang
langsung. Ia tidak perlu menunjuk kepada dasar tiap sabdaNya dalam Perjanjian
Lama, melainkan dengan kuasa langsung Ia mengatakan: “Sesungguhnya, Aku berkata
kepadamu, …………”(Markus 10:29).[4]
Anak Daud
Bisa dikatakan bahwa dari segala gelar
sebutan Yesus, gelar Anak Daud adalah yang paling Yahudi, paling dalam berakar
pada tradisi Yahudi dan harapan rakyatnya.[5] Berdasarkan
II Samuel 7: 12-16, banyak orang Israel yang mengharapkan kedatangan Anak Daud
sebagai Raja yang akan mendatangkan dan memberikan keadilan dan damai sejahtera
(bnd. Markus 11:9, 10). Ada juga yang mengharapkan bahwa mujizat-mujizat akan
dikerjakan oleh Anak Daud.[6] Dalam
situasi orang Israel saat itu di mana mereka diperbudak atau dijajah oleh
bangsa Romawi, tentunya mereka sangat merindukan keadilan bahkan kebebasan atau
kemerdekaan. Sosok pemimpin seperti Daud yang pernah menjadi raja yang sangat
hebat dan memimpin bangsa Israel sehingga mereka sangat berjaya, begitu
dirindukan oleh orang Israel saat itu. Sebagai raja Israel, Daud adalah
satu-satunya raja yang paling dihormati bangsa Israel, sehingga layaklah kalau
kemudian “kerajaan yang akan datang itu” (Lukas 1:32-33) diidentikkan dengan
kerajannya.[7]Nubuat-nubuat
dan impian atau seruan para nabi-nabi dalam
Perjanjian Lama membuat orang Israel menanti-nanti Anak Daud atau Mesias yang
akan memberikan mereka kemerdekaan yang mereka impikan selama ini. Sosok Yesus
hadir dalam masa itu. Beberapa orang dalam kesaksian Injil mulai menganggap
bahkan meyakini Yesus sebagai Anak Daud yang akan membebaskan mereka dari
penjajahan (Markus 10:47,48; Lukas 20:41-44, Matius 9:27, 15:22). Mereka ini
adalah orang yang hidup pada pinggir atau luar masyarakat Yahudi. Mereka
meminta pertolongan kepada Yesus dengan sapaan Anak Daud agar mereka dibebaskan
dari penderitaan yang mereka alami. Dalam kesaksian tentang kelahiran Yesus,
ditekankan bahwa Ia adalah keturunan Daud dan akan memerintah di atas tahta
Daud, bapa leluhurnya.[8] Dalam
perjalanan pelayananNya yang tidak mulus, Yesus selalu mengatakan bahwa Ia akan
disalibkan dan akan menghadapi kematian. Setelah kematian dan kebangkitanNya,
maka jelaslah bagi mereka bahwa Yesus bukan Anak Daud yang akan membebaskan
mereka dari kuasa pemerintahan Romawi melainkan dari kuasa maut dan dosa.
Memang Yesus yang hidup di dunia ini dapat disebut Anak Daud sebab Dialah
Mesias. Tetapi Yesus secara khusus sesudah kebangkitanNya, melebihi Anak Daud,
Ia adalah “Tuan” bagi Daud (Markus 12:35-37; Matius 22: 41-46; Lukas 20:41-44).
Mesias
Kata Mesias berasal dari kata kerja masyah yang
berarti mengurapi.[9]
Mesias adalah gelar Yahudi, yang dalam bahasa Yunani berbunyi “Kristus”,
artinya “yang diurapi”.[10] Di
antara orang Yahudi, pengurapan dihubungkan dengan tiga macam hal:
1. Dihubungkan dengan nabi (I Raja-raja
19:16).
2. Duhubungkan dengan imam. Allah
memerintahkan imam-imam diurapi dan disucikan sehingga pantas menjadi pelayan
bagiNya (Keluaran 28:41).
3. Dihubungkan dengan raja (Hakimj-hakim 9:8,
I Samuel 16:12,13).[11]
Sejak semula dimengerti bahwa sang terurapi
adalah nabi, raja dan imam. Tiga eran yang juga menjadi ciri Yesus. Kata Mesias
memang jarang terdapat dalam Perjanjian Baru. Injil Yohanes menyatakan kepada
kita bahwa Kristus dalam bahasa Yunani adalah terjemahan atau tafsiran Mesias
dalam bahasa Ibrani, yang berarti sang terurapi. Istilah Kristus tidak begitu
kerap terdapat dalam Injil sinoptik seperti yang dibayangkan orang. Menyebut
Yesus Kristus adalah memberiNya gelar Mesias. Tidak disangsikan bahwa dalam
Perjanjian Baru Yesus diwartakan sebagai Mesias. Sepertti yang kita lihat,
Petrus mengakui itu dan untuk itu pulalah Yesus dihukum mati. Nkita tahu pula
bahwa pengakuan Yesus Kristus merupakan inti pewartaan Paulus, terutama
pewartaannya bagi orang Yahudi. Gagasan
tentang Mesias tertanam di dalam pemikiran orang Yahudi. Mereka mengharapkan
Mesias, berdoadan menanti. Asal-usul ide Mesias erat sekali hubungannya dengan
ide perjanjian antara Allah dan Israel umatNya. Bangsa Yahudi meyakini bahwa
mereka itu bangsa yang dipilih secara istimewa oleh Allah. Karena prakarsa dan
kasihNya Allah menjalin hubungan dengan Israel, dan di situ Allah memilih umat secara unik sehingga umat juga
merasakan hubungan yang unik dengan Allah. Bangsa itu menyanggupkan diri
memegang teguh pada hukum-hukumNya dan taat kepadaNya (Keluaran 24:1-8). Bagi
Israel hubungan denga Alah memberi privilege dan kehormatan istimewa. Mereka
pun yakin bahwa kondisi nasional yang sesuai dengan perjanjian itu akan
terlaksana. Karena mereka itu umat perjanjian, maka mereka yakin bahwa suatu
ketika mereka akan menjadi tada nyatakehormatan, kemuliaan serta supremasi yang
menurut mereka menjadi hak bangsa itu. dengan ini, maka Mesias lalu menjadi
duta mrantasi Allah, dengan perantaraan Dia nasib bangsa harus terpenuhi.
Pada mulanya impian itu sederhana. Impian
itu tidak lebih dari negeri yang adil dan makmur dibawah pemerintahan raja
dinasti Daud. Nanti dikemudian hari gambaran mesiani lebih berbentuk toko super-human
dan transenden, meskipun gambar dan tokoh sekaliber raja Daud tidak pernah
sungguh-sungguh lenyap. Impian Mesias seperti Daud tak pernah lenyap. Yesus
tentu mengenal gambar Mesias seperti itu. Dalam bentuk yang sederhana damba
akan raja sekaliber Daud adalah damba tentang kerajaan yang aman, adil, makmur,
penuh kedamaian dan keserasian hidup. Meskipun begitu, tidak semua orang Yahudi
memegang harapan yang sama dan seragam akan Sang Mesias. Misalnya, ada orang
yang hidup dekat Laut Mati, yaitu orang Qumran yang menantikan kedatangan dua
orang Mesias, seorang Mesias sebagai raja dan seorang Mesias sebagai imam.[12] Berdasarkan
pekerjaan dan pengajaran Yesus seperti yang diberitahukan dalam bagian pertama
Injil Markus, maka di Markus 8:29, Petrus mengucapkan pengakuan akan kemesiasan
Yesus. Tetapi nyatanya bukan Mesias seperti Yesusyang dimaksudkan Petrus. Bukan
kemerdekaan rohani yang dimaksudkan Petrus melainkan kemerdekaan politik.[13]
Memang awalnya Petrus juga merindukan seorang Mesias tanpa penderitaan.hal ini
juga dicita-citakan oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat. Mereka mau
percaya jikaYesus melepaskan diri dari Salibnya. Yesus adalah Mesias sejak
kelahirannya (Lukas 2:11). Tetapi makna gelar ini berlaku secara penuh sesudah
kebangkitan/kenaikanNya. Memang dalam perjalananNya, Yesus tahu bahwa
kehadiranNya cenderung menimbulkan kesan Mesiasni pada orang banyak, dalam arti
bahwa mereka mengharapkan kedatangan seorang pemimpin yang kuat, yang akan
mengalahkan tentara Romawi dan mendirikan kembali kerajaan Yehuda seperti pada
zaman mas, yang dikaitkan kepada kerajaan Daud.[14]
Pengurapan Yesus tidak berasal dari manusia, tetapi langsung dari Allah. Pengurapan
itu terjadi setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes pembaptis di sungai yordan
(Matius 3:16,17, Markus 1:9,10, Lukas 3:21,22).
Anak Allah
Sebutan Yesus Anak Allah mungkin merupakan
gelar yang kerap diucapkan namun barangkali tidak salah jika dikatakan bahwa
dari sejumlah gelar Yesus, gelar ini termasuk yang paling kabur artinya dalam
pikiran kita. Dari semula iman Kristen selalu mengaku Yesus sebagai “Anak
Allah”. Ini pun merupakan istilah yang dikenal secara luas pada zaman Yesus.
Orang-orang yang berbahasa Yunani sering memakai istilah itu untuk menyebut
tokoh pahlawan. Ketika perwira ketika di kaki salib Yesus berkata tentang
Yesus, “Sungguhm Ia ini Anak Allah” (Matius 27:54), mungkin ia hanya ingin
mengatakan bahwa Yesus adalah seorang tokoh besar. Memang , cerita dalam Injil
Lukas dengan jelas memberi kesan ini, karena di situ perwira Roma berkata,
“Sungguh, orang ini adalah oeang benar!” (Lukas 23:47). [15]
Sama seperti istilah-istilah “Anak Daud”
dan “Mesias”, istilah “Anak Allah” juga digunakan dalam Perjanjian Lama. Bangsa
Israel sering disebut sebagai “anak Allah” (Hosea 11:1). Raja-raja Israel,
teristimewa mereka yang merupakan keturunan Daud, juga diberi gelar itu.dalam
banyak Mazmur raja disebut sebagai anak Allah.[16]
Tetapi jelas sekali di dalam kitab-kitab Injil istilah “Anak Allah” dipakai
untuk menyatakan apa yang dikatakan Yesus mengenai hubunganNya yang istimewa dengan Allah sendiri. Yesus
sangat sadar akan hubungan rohani yang erat dengan Allah sebagai BapaNya.
Bahkan ketika berusia dua belas tahun pun, Ia menganggap Bait Allah yang ada di
Yerusalem sebagai rumah BapaNya (Lukas 2:49) dan di dalam perumpamaan tentang
penggarap-penggarap kebun anggur yang jahat, Ia menegaskan bahwa Dialah anak
laki-laki yang diutus pemilik kebun untuk membereskan persoalan dengan mereka
(Markus 12:1-11). Apa yang tersirat dalam cerita-cerita itu juga dinyatakan
secara ekksplisit oleh Yesus. Misalnya, pernyataan ini yang ditulis oleh Matius
dan Lukas; “semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorang pun
mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun yang mengenal Bapa selain Anak dan
orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakanNya” (Matius 11:27, Lukas
10:22). Di sini sangat jelas bahwa Yesus mengakui adanya hubungan yang unik dan
lebih dekat dengan Allah. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Yesus
hanyalah orang baik tetapi tidak mengakui bahwa diriNya memiliki sifat Ilahi.
Kalau pernyataan-pernyataan Yesus tidak benar, berarti Ia sengaja berbohong
atau menipu orang-orang saat itu. Tetapi, menurut kitab-kitab Injil maupun
menurut sejarah umum Yesus bukanlah orang yang seperti itu. jadi apa maksud
Yesus ketika Ia menyatakan diriNya Anak Allah? Ini tentu merupakan salah satu
pertanyaan besar yang telah dipikirkan dan didiskusikan oleh para teolog
berabad-abad lamanya. Karena itu, pendapat yang dikemukakan di sisni tidak
merupakan jawaban lengkap dabn terakhir, tetapi sekurang-kurangnya ada tiga
fakta penting yang perlu kita perhatikan kalau kita ingin memahami dengan benar
tentang apa yang dimaksudkan Yesus dan orang-orang Kristen pertama dengan Istilah ini:
1. Kalau kita menyebut Yesus sebagai Anak
Allah berarti kita menggunakan bahasa kiasan untuk menggambarkan sesuatu yang
pada hakikatnya tidak dapat digambarkan. Ia mengambil suatu analogi dari
hubungan anak dengan orangtua, yakni “HubunganKu dengan Allah kira-kira seperti
itu”. Bukan maksudNya supaya kita analogi itu secara harafiah dan bukan pula
maksudNya bahwa setiap aspek dari hubungan seseorang dengan orang tuanya persis
sama sperti hubungaNya sendiri dengan Allah. Tidak semua orang memiliki
hubungan yang baik dengan orang tuanya. Walaupun banyak orang dapat mengatakan
dengan jujur, “Barangsiapa membenci aku, ia membenci juga BapaKu” (Yoh. 15:23),
tetapi tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu”
(Yoh. 10:30). Memang seluruh pengajaran Yesus, terutama dalam Injil Yehanes,
menjelaskan uniknya hubungan antara Bapa
dan Anak. Hubungan itu sudah jauh sebelum Yesus dilahirkan di Betlehem:
Yesus “pada mulanya bersama-sama dengan Allah” (Yoh 1:2).[17]
2. Perkataan “anak dari….” Merupakan istilah
yang lazim dalam bahasan Ibrani. Misalnya, dalam PL orang-orang Israel sering
disebut “anak-anak” Israel, walaupun istilah tersebut tidak muncul dalam
terjemahan-terjemahan modern. Orang-orang jahat sering disebut “anak-anak
kejahatan” atau “anak-anak Belial” (Ulangan 13:13; I Samuel 2:12). Lagipula,
dalam bahasa Ibrani kata yang diterjemahkan secara harafiah “anak manusia”
berarti “manusia”. kalau kita menyebut diri kita sebagai “anak-anak manusia”,
kitu berarti kita mempunyai ciri-ciri dan sifat yang sama persis dengan seluruh
umat manusia sebelum kita. Jadi kalu PB menyebut Yesus sebagai “Anak Allah”,
itu berarti Yesus mempunyai ciri-ciri dan sifat Allah sendiri. Ia benar-benar
bersifat Ilahi. Beberapa pihak, misalnya bidat saksi Yehowah, tidak dapat mengerti hal ini karena mengabaikan
bahwa Yesus memeakai suatu analogi ketika Ia menyatakan diriNya sebagai “Anak
Allah”. Mereka juga telah mengabaikan arti sebenarnya dari istilah “anak dari
….” Dalam bahasa yang dipaki Yesus. [18]
3. Dalam pasal pertama Injil Yehanes dan dalam
kitab Wahyu, hubungan antara Yesus dan Allah diungkapkan dengan cara lain. di situ Yesus disebut
“firman” atau logos Allah (Yohanes 1:1-18;Wahyu 19:13). Firman Allah
tentu adalah cara Allah berbicara. Tetapi bila PB menyebut Yesus “Firman”,
lebih dari itu yang dimaksudkan. Sebab, Yohanes mengatakan, “Firman itu adalah
Allah” (Yohanes 1:1) – yakni, berita Allah kepada umat manusia tidak hanya
ditulis dalam sebuah kitab, namun dinyatakan dalam Pribadi Allah sendiri. Ia
juga mengataka, Firman itu telah menjadi manusia (Yohanes 1:14): Allah sendiri
terkandung di dalam “Firman”, yakni di dalam Yesus. Jadi Yesus menyatakan
diriNya sebagai “Anak Allah” dan penulis PB juga melukiskan hal ini dengan
istilah “Firman Allah”. Yang mereka maksudkan ialah melalui Yesus, kita
benar-benar dapat mengenal Allah. Yesus sendiri berkata, “Barangsiapa telah
melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yohane 14:9). Itu sebabnya begitu penting
bagi kita untuk kembali ke ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Yesus yang
sebenarnya, karena dalam kehidupan dan pengajaranNya kita dapat melihat dan
mendengar tentang siapa sebenarnya Allah itu.[19]
Hamba Tuhan
Mungkin
kita paling baik akan menemukan tentang siapa Allah sebenarnya melalui gelar
ini-“hamba” (Yesaya 52:13) – yang rupanya dikenakan Yesus kepada diriNya
sendiri dan perkerjaanNya. Memang benar tidak ada nats dalam klitab-kitab Injil
yang menunjukkan Yesus menyebut diriNya sendiri sebagai “hamba Allah”. Namun
seperti yang telah dikemukakan di atas, karena Ia hidup dan mati dengan cara
seperti yang dinubuatkan bagi “Hamba TUHAN yang menderita” dalam kitab Yesaya,
maka pengertianNya tentang apa artinya menjadi Mesias dangat berbeda dengan
peranan Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi pada zamanNya. Kitab-kitab
Injil juga banyak menyebutkan bagaimana Yesus mengerti keharusan bagi Dia untuk
mengalami penderitaan. Salah satu diantaranya adalah pemakaian istilah “Anak
Manusia” yang sering berkaitan dengan penderitaan dan kematianNya. Sejak Ia
dibaptis dan mungkin pula sebelunya, Yesus melihat, Dia akan menderita. Suara
yang didengarNya pada waktu dibaptis (Markus 1:11), yang menggemakan kata-kata
dari dalam kitab Yesaya mengenai hamba Tuhan yang menderita (Yesaya 42:1),
menegaskan bahwa pekerjaanNya harus dilaksanakan dengan penyangkalan diri dalam
kerendahan hati. Keyakinan ini diulangi dengan tegas ketika Ia menghadapi
pencobaan yang datang.
Menurut
Markus, Yesus memperingatkan murid-muridNya sejak awal pelayananNya bahwa
saatnya sudah dekat ketika mempelai – yakni Dia sendiri – akan diambil dari
sahabat-sahabatNya (Markus 2:20). Segera setelah Petrus menyatakan
kepercayaannya bahwa Yesuslah Mesias, Yesus mengatakan lagi, “Anak Manusia
harus menanggung banyak penderitaan” (Markus 8:31). Tujuan yang agung akan
tercapai melalui pelayanan dan penderitaanNya: “Anak Manusia juga datang….
Untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45).
Nabi
Yesus dikenal sebagai seorang nabi dan
tampaknya Ia menerima sebutan itu.[20] Pada
waktu Ia disudutkan oleh pertanyaan serius di dalam ruangan rumah ibadat di
tempat asalNya, Yesus menanggapi, “Seorang nabi di hormati di mana-mana kecuali
di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya” (Markus
6:4; Lukas 4:24; Yohanes 4:44). Kemudian Ia menyatakan, “Tidakkah semestinya
seorang nabi dibunuhkalau tidak di Yerusalem” (Lukas 13:33). Menurut pendapat
Michael L. Cook yang dikutip oleh A. Roy Eckardt dalam bukunya “Menggali Ulang
Yesus Sejarah” bahwa, “Yesus telah berkiprah sebagai seorang yang memiliki
kuasa (eksousia) yang pasti merupakan ciri kenabian”. Di dalam tradisi
alkitabiah kewibaan seorang nabi diakui dan diterima apabila ia dikuasia oleh
Roh Allah. Pada waktu kaum keluarga Yesus dan orang-orang lainnya kuatir bahwa
Yesus sudah tidak waras atau bahwa Ia mungkin telah dirasuk setan-setan, Ia
menanggapi dengan memuji dan memuliakan kehadiran Roh Kudus dan kehendak Allah.
Karena Yesus dikenal tidak hanya sebagai seorang nabi, tetapi sebagai seorang
nabi akhir zaman, sebagai Dia yang memberitakan telos (maksud akhir) dan
finis (tujuan akhir) Allah dan sebagai Dia yang mendatangkan dan
mewujudkan “tindakan akhir Allah yang paling menentukan untuk menyelamatkan
umatNya. Yesus tidak hanya memberitakan kerajaan Allah dan meminta tanggapan
iman, tetapi Ia juga telah mempertaruhkan hidupNya sendiri dengan menempuh bahaya demi kebenaran
yang menjadi isi amanatNya. Akad, tekad dan penyerahan diri menyeluruh pada
amanat seseorang inilah yang memberikan kewibawaan sejati pada perkataan
kenabian.
Dua
faktor tambahan memuncuulkan diri:
1. Bagi Yesus dan para pengikutNya, “nabi”
jelas-jelas sama artinya dengan “pembuat mujizat”. Karena itu, pantas saja
Yesus melakukan banyak penyembuhan atas bermacam-macam penyakit khususnya sakit
karena dirusak setan. Ia adalah seorang suci pembuat mujizat. Menurut E.P.
Sanders sesuai yang dikutip A. Roy menyimpulkan bahwa Yesus “menjadi terkenal” karena
mujizat-mujizat yang dibuatNya.
2. Seperti juga nabi-nabi lainnya, Yesus
menuunjukkan kepedulianNya yang khusus kepada orang-orang yang tersingkir, yang
menderita, yang hina. Kepedulian-kepedulian ini ditekankan dalam teologi
pembebasan. Menurut Albert Nolan sesuai yang dikutip A. Roy menulis bahwa
“Orang-orang yang Yesus perhatikan disebut di dalam kitab-kitab Injil dengan
bermacam-maca istilah: orang miskin, orang buta, orang timpang, orang lumpuh,
orang berpenyakit kusta, orang yang lapar, orang yang sengsara, orang berdosa,
para tuna susila, para pemungut pajak, orang-orang yang dirasuki setan, orang
yang dianiaya, yang diijak-injak, yang tertawan, semua yang bekerja keras dan
berbeban terlampau berat, rakyat jelata yang tida tahu apa-apa tentang hukum,
orang banyak, orang-orang kecil, yang paling kecil dan kanak-kanak atau domba
yang hilang dari rumah Israel.” Kepada merekalah Yesus memberitakan kabar baik
tentang kerajaan Allah.[21]
Daftar Pustaka
Drewes, B. F. Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1982.
Darmawijaya. Gelar-gelar Yesus. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1991.
Surbakti, Elisa B. Benarkah Yesus
Juruselamat Universal?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Drane John. Memahami Perjanjian Baru.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Eckardt, A. Roy. Menggali Ulang Yesus
Sejarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
[13] Melihat dari
latarbelakang pekerjaan Petrus yang dulunya sebelum Yesus memanggilnya adalah
nelayan atau penjala ikan, sangat memungkinkan bahwa benar-benar tradisi
mesianik dan ciri-ciri mesianik serta hal-hal yang menyangkut lainnya di dalam
masyarakat Yahudi tidak hanya diketahui oleh mereka yang menggeluti atau pandai
memahami dan menafsirkan Hukum Taurat tetapi juga sampai kepada lapisan-lapisan
terbawah dalam sistem sosial di masyarakat. Jika ada pernyataan yang mengatakan
bahwa mungkin saja nanti Petrus mengenal Yesus dalam pengajaran dan
pelayananNya, barulah Petrus mengetahui hal ini, sangat kecil kemungkinannya,
karena dalam kesaksian Alkitab Tuhan Yesus tidak pernah menyatakan diriNya
sebagai mesias dalam kehidupan bersama dengan para muridNya, bahkan terkadang
Yesus menyinggung dan mengungkapkan sesuatu yang merupakan rahasia bagi para
murid tetapi mereka tidak mengerti.
[16] Orang Yahudi lebih mengaitkan nats-nats seperti itu mengacu pada Mesias yang akan datang ke dalam
dunia dalam misi penyelamatanNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar