Jumat, 16 November 2018

Gelar-gelar Yesus (oleh Sepson Sambara)


GELAR-GELAR YESUS
Guru
Dari ketiga Injil Sinopsis hanya Markus yang menggunakan kata “guru” yang sesuai dengan bahasa aslinya yaitu “didaskalos”. Meskipun Lukas juga menggunakan kata guru dalam terjemahan LAI tetapi sebenarnya dalam bahasa aslinya ia tidak menggunkan kata “didaskalos” melainkan “epistetes” yang artinya “pemimpin”.[1] Murid-murid dalam Matius justru tidak menggunakan kata “guru” tetapi diganti dengan kata “Tuhan” atau “Tuan”. Sapaan guru dalam Injil Matius hanya digunakan oleh mereka yang menentang Yesus ataupun yang belum percaya kepada Yesus seperti orang farisi dan ahli-ahli Taurat (Matius 12:38).[2] Itulah sebabnya, disini saya akan mengkhususkannya dalam Injil Markus. Istilah “guru” memang dikenal atau diketahui oleh orang Yahudi bahkan sebelum nama itu diberikan kepada Yesus. Walaupun begitu, hal ini tidak berarti bahwa makna gelar Yesus persis sama dengan makna gelar Yahudi. Tetapi sangat penting juga bahwa kita harus melihat dengan teliti makna gelar-gelar tertentu yang pada akhirnya tidak ditentukan secara menyeluruh oleh arti dan makna yang sudah ada sebelum Yesus, melainkan oleh hal ikhwal Yesus sendiri. Sapaan “guru” adalah suatu sapaan yang agak umum. Yesus disapa sebagai guru yaitu berarti guru hukum Taurat. Dengan sapaan ini orang menghormati Yesus sebagai seorang yang mengenal dan mengajarkan  kehendak Allah atau Ia mengajar jalan Allah (bnd. Markus 12:14).[3] Sepuluh kali kita membaca bahwa Yesus dipanggil dengan sapaan guru. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh para muridNya (Markus 4:38), tetapi juga oleh orang lain (Markus 10:17), bahkan oleh lawanNya (Markus 12:14, 19). Dalam bahasa Aram istilah guru disebut dengan “rabi” (Markus 9:5, 11:21, 14:45) atau “rabuni” (Markus 10:51). Jadi, Yesus oleh orang sezamanNya secara khusu murid-muridNya, diterima sebagai guru. Yesus tidak sama persis dengan guru-guru orang Yahudi. Ada dua perbedaanNya:
1.      Dalam kebiasaan orang Yahudi, seseorang yang akan memilih guruNya, tetapi Yesus berbeda. Dia sendiri yang memilih dan memanggil murid-muridNya
2.      Yesus memiliki kuasa yang tidak dimiliki oleh ahli-ahli Taurat (Markus 1:22). Yesus memiliki sesuatu kuasa yang langsung. Ia tidak perlu menunjuk kepada dasar tiap sabdaNya dalam Perjanjian Lama, melainkan dengan kuasa langsung Ia mengatakan: “Sesungguhnya, Aku berkata kepadamu, …………”(Markus 10:29).[4]

Anak Daud
            Bisa dikatakan bahwa dari segala gelar sebutan Yesus, gelar Anak Daud adalah yang paling Yahudi, paling dalam berakar pada tradisi Yahudi dan harapan rakyatnya.[5] Berdasarkan II Samuel 7: 12-16, banyak orang Israel yang mengharapkan kedatangan Anak Daud sebagai Raja yang akan mendatangkan dan memberikan keadilan dan damai sejahtera (bnd. Markus 11:9, 10). Ada juga yang mengharapkan bahwa mujizat-mujizat akan dikerjakan oleh Anak Daud.[6] Dalam situasi orang Israel saat itu di mana mereka diperbudak atau dijajah oleh bangsa Romawi, tentunya mereka sangat merindukan keadilan bahkan kebebasan atau kemerdekaan. Sosok pemimpin seperti Daud yang pernah menjadi raja yang sangat hebat dan memimpin bangsa Israel sehingga mereka sangat berjaya, begitu dirindukan oleh orang Israel saat itu. Sebagai raja Israel, Daud adalah satu-satunya raja yang paling dihormati bangsa Israel, sehingga layaklah kalau kemudian “kerajaan yang akan datang itu” (Lukas 1:32-33) diidentikkan dengan kerajannya.[7]Nubuat-nubuat  dan impian atau seruan para nabi-nabi dalam Perjanjian Lama membuat orang Israel menanti-nanti Anak Daud atau Mesias yang akan memberikan mereka kemerdekaan yang mereka impikan selama ini. Sosok Yesus hadir dalam masa itu. Beberapa orang dalam kesaksian Injil mulai menganggap bahkan meyakini Yesus sebagai Anak Daud yang akan membebaskan mereka dari penjajahan (Markus 10:47,48; Lukas 20:41-44, Matius 9:27, 15:22). Mereka ini adalah orang yang hidup pada pinggir atau luar masyarakat Yahudi. Mereka meminta pertolongan kepada Yesus dengan sapaan Anak Daud agar mereka dibebaskan dari penderitaan yang mereka alami. Dalam kesaksian tentang kelahiran Yesus, ditekankan bahwa Ia adalah keturunan Daud dan akan memerintah di atas tahta Daud, bapa leluhurnya.[8] Dalam perjalanan pelayananNya yang tidak mulus, Yesus selalu mengatakan bahwa Ia akan disalibkan dan akan menghadapi kematian. Setelah kematian dan kebangkitanNya, maka jelaslah bagi mereka bahwa Yesus bukan Anak Daud yang akan membebaskan mereka dari kuasa pemerintahan Romawi melainkan dari kuasa maut dan dosa. Memang Yesus yang hidup di dunia ini dapat disebut Anak Daud sebab Dialah Mesias. Tetapi Yesus secara khusus sesudah kebangkitanNya, melebihi Anak Daud, Ia adalah “Tuan” bagi Daud (Markus 12:35-37; Matius 22: 41-46; Lukas 20:41-44).

Mesias
Kata Mesias berasal dari kata kerja masyah yang berarti mengurapi.[9] Mesias adalah gelar Yahudi, yang dalam bahasa Yunani berbunyi “Kristus”, artinya “yang diurapi”.[10] Di antara orang Yahudi, pengurapan dihubungkan dengan tiga macam hal:
1.      Dihubungkan dengan nabi (I Raja-raja 19:16).
2.      Duhubungkan dengan imam. Allah memerintahkan imam-imam diurapi dan disucikan sehingga pantas menjadi pelayan bagiNya (Keluaran 28:41).
3.      Dihubungkan dengan raja (Hakimj-hakim 9:8, I Samuel 16:12,13).[11]
Sejak semula dimengerti bahwa sang terurapi adalah nabi, raja dan imam. Tiga eran yang juga menjadi ciri Yesus. Kata Mesias memang jarang terdapat dalam Perjanjian Baru. Injil Yohanes menyatakan kepada kita bahwa Kristus dalam bahasa Yunani adalah terjemahan atau tafsiran Mesias dalam bahasa Ibrani, yang berarti sang terurapi. Istilah Kristus tidak begitu kerap terdapat dalam Injil sinoptik seperti yang dibayangkan orang. Menyebut Yesus Kristus adalah memberiNya gelar Mesias. Tidak disangsikan bahwa dalam Perjanjian Baru Yesus diwartakan sebagai Mesias. Sepertti yang kita lihat, Petrus mengakui itu dan untuk itu pulalah Yesus dihukum mati. Nkita tahu pula bahwa pengakuan Yesus Kristus merupakan inti pewartaan Paulus, terutama pewartaannya bagi orang Yahudi.  Gagasan tentang Mesias tertanam di dalam pemikiran orang Yahudi. Mereka mengharapkan Mesias, berdoadan menanti. Asal-usul ide Mesias erat sekali hubungannya dengan ide perjanjian antara Allah dan Israel umatNya. Bangsa Yahudi meyakini bahwa mereka itu bangsa yang dipilih secara istimewa oleh Allah. Karena prakarsa dan kasihNya Allah menjalin hubungan dengan Israel, dan di situ Allah  memilih umat secara unik sehingga umat juga merasakan hubungan yang unik dengan Allah. Bangsa itu menyanggupkan diri memegang teguh pada hukum-hukumNya dan taat kepadaNya (Keluaran 24:1-8). Bagi Israel hubungan denga Alah memberi privilege dan kehormatan istimewa. Mereka pun yakin bahwa kondisi nasional yang sesuai dengan perjanjian itu akan terlaksana. Karena mereka itu umat perjanjian, maka mereka yakin bahwa suatu ketika mereka akan menjadi tada nyatakehormatan, kemuliaan serta supremasi yang menurut mereka menjadi hak bangsa itu. dengan ini, maka Mesias lalu menjadi duta mrantasi Allah, dengan perantaraan Dia nasib bangsa harus terpenuhi.
Pada mulanya impian itu sederhana. Impian itu tidak lebih dari negeri yang adil dan makmur dibawah pemerintahan raja dinasti Daud. Nanti dikemudian hari gambaran mesiani lebih berbentuk toko super-human dan transenden, meskipun gambar dan tokoh sekaliber raja Daud tidak pernah sungguh-sungguh lenyap. Impian Mesias seperti Daud tak pernah lenyap. Yesus tentu mengenal gambar Mesias seperti itu. Dalam bentuk yang sederhana damba akan raja sekaliber Daud adalah damba tentang kerajaan yang aman, adil, makmur, penuh kedamaian dan keserasian hidup. Meskipun begitu, tidak semua orang Yahudi memegang harapan yang sama dan seragam akan Sang Mesias. Misalnya, ada orang yang hidup dekat Laut Mati, yaitu orang Qumran yang menantikan kedatangan dua orang Mesias, seorang Mesias sebagai raja dan seorang Mesias sebagai imam.[12] Berdasarkan pekerjaan dan pengajaran Yesus seperti yang diberitahukan dalam bagian pertama Injil Markus, maka di Markus 8:29, Petrus mengucapkan pengakuan akan kemesiasan Yesus. Tetapi nyatanya bukan Mesias seperti Yesusyang dimaksudkan Petrus. Bukan kemerdekaan rohani yang dimaksudkan Petrus melainkan kemerdekaan politik.[13] Memang awalnya Petrus juga merindukan seorang Mesias tanpa penderitaan.hal ini juga dicita-citakan oleh imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat. Mereka mau percaya jikaYesus melepaskan diri dari Salibnya. Yesus adalah Mesias sejak kelahirannya (Lukas 2:11). Tetapi makna gelar ini berlaku secara penuh sesudah kebangkitan/kenaikanNya. Memang dalam perjalananNya, Yesus tahu bahwa kehadiranNya cenderung menimbulkan kesan Mesiasni pada orang banyak, dalam arti bahwa mereka mengharapkan kedatangan seorang pemimpin yang kuat, yang akan mengalahkan tentara Romawi dan mendirikan kembali kerajaan Yehuda seperti pada zaman mas, yang dikaitkan kepada kerajaan Daud.[14] Pengurapan Yesus tidak berasal dari manusia, tetapi langsung dari Allah. Pengurapan itu terjadi setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes pembaptis di sungai yordan (Matius 3:16,17, Markus 1:9,10, Lukas 3:21,22).

Anak Allah
Sebutan Yesus Anak Allah mungkin merupakan gelar yang kerap diucapkan namun barangkali tidak salah jika dikatakan bahwa dari sejumlah gelar Yesus, gelar ini termasuk yang paling kabur artinya dalam pikiran kita. Dari semula iman Kristen selalu mengaku Yesus sebagai “Anak Allah”. Ini pun merupakan istilah yang dikenal secara luas pada zaman Yesus. Orang-orang yang berbahasa Yunani sering memakai istilah itu untuk menyebut tokoh pahlawan. Ketika perwira ketika di kaki salib Yesus berkata tentang Yesus, “Sungguhm Ia ini Anak Allah” (Matius 27:54), mungkin ia hanya ingin mengatakan bahwa Yesus adalah seorang tokoh besar. Memang , cerita dalam Injil Lukas dengan jelas memberi kesan ini, karena di situ perwira Roma berkata, “Sungguh, orang ini adalah oeang benar!” (Lukas 23:47). [15]
Sama seperti istilah-istilah “Anak Daud” dan “Mesias”, istilah “Anak Allah” juga digunakan dalam Perjanjian Lama. Bangsa Israel sering disebut sebagai “anak Allah” (Hosea 11:1). Raja-raja Israel, teristimewa mereka yang merupakan keturunan Daud, juga diberi gelar itu.dalam banyak Mazmur raja disebut sebagai anak Allah.[16] Tetapi jelas sekali di dalam kitab-kitab Injil istilah “Anak Allah” dipakai untuk menyatakan apa yang dikatakan Yesus mengenai hubunganNya  yang istimewa dengan Allah sendiri. Yesus sangat sadar akan hubungan rohani yang erat dengan Allah sebagai BapaNya. Bahkan ketika berusia dua belas tahun pun, Ia menganggap Bait Allah yang ada di Yerusalem sebagai rumah BapaNya (Lukas 2:49) dan di dalam perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur yang jahat, Ia menegaskan bahwa Dialah anak laki-laki yang diutus pemilik kebun untuk membereskan persoalan dengan mereka (Markus 12:1-11). Apa yang tersirat dalam cerita-cerita itu juga dinyatakan secara ekksplisit oleh Yesus. Misalnya, pernyataan ini yang ditulis oleh Matius dan Lukas; “semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun yang mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakanNya” (Matius 11:27, Lukas 10:22). Di sini sangat jelas bahwa Yesus mengakui adanya hubungan yang unik dan lebih dekat dengan Allah. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Yesus hanyalah orang baik tetapi tidak mengakui bahwa diriNya memiliki sifat Ilahi. Kalau pernyataan-pernyataan Yesus tidak benar, berarti Ia sengaja berbohong atau menipu orang-orang saat itu. Tetapi, menurut kitab-kitab Injil maupun menurut sejarah umum Yesus bukanlah orang yang seperti itu. jadi apa maksud Yesus ketika Ia menyatakan diriNya Anak Allah? Ini tentu merupakan salah satu pertanyaan besar yang telah dipikirkan dan didiskusikan oleh para teolog berabad-abad lamanya. Karena itu, pendapat yang dikemukakan di sisni tidak merupakan jawaban lengkap dabn terakhir, tetapi sekurang-kurangnya ada tiga fakta penting yang perlu kita perhatikan kalau kita ingin memahami dengan benar tentang apa yang dimaksudkan Yesus dan orang-orang Kristen  pertama dengan Istilah ini:
1.      Kalau kita menyebut Yesus sebagai Anak Allah berarti kita menggunakan bahasa kiasan untuk menggambarkan sesuatu yang pada hakikatnya tidak dapat digambarkan. Ia mengambil suatu analogi dari hubungan anak dengan orangtua, yakni “HubunganKu dengan Allah kira-kira seperti itu”. Bukan maksudNya supaya kita analogi itu secara harafiah dan bukan pula maksudNya bahwa setiap aspek dari hubungan seseorang dengan orang tuanya persis sama sperti hubungaNya sendiri dengan Allah. Tidak semua orang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya. Walaupun banyak orang dapat mengatakan dengan jujur, “Barangsiapa membenci aku, ia membenci juga BapaKu” (Yoh. 15:23), tetapi tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh. 10:30). Memang seluruh pengajaran Yesus, terutama dalam Injil Yehanes, menjelaskan uniknya hubungan antara Bapa  dan Anak. Hubungan itu sudah jauh sebelum Yesus dilahirkan di Betlehem: Yesus “pada mulanya bersama-sama dengan Allah” (Yoh 1:2).[17]
2.      Perkataan “anak dari….” Merupakan istilah yang lazim dalam bahasan Ibrani. Misalnya, dalam PL orang-orang Israel sering disebut “anak-anak” Israel, walaupun istilah tersebut tidak muncul dalam terjemahan-terjemahan modern. Orang-orang jahat sering disebut “anak-anak kejahatan” atau “anak-anak Belial” (Ulangan 13:13; I Samuel 2:12). Lagipula, dalam bahasa Ibrani kata yang diterjemahkan secara harafiah “anak manusia” berarti “manusia”. kalau kita menyebut diri kita sebagai “anak-anak manusia”, kitu berarti kita mempunyai ciri-ciri dan sifat yang sama persis dengan seluruh umat manusia sebelum kita. Jadi kalu PB menyebut Yesus sebagai “Anak Allah”, itu berarti Yesus mempunyai ciri-ciri dan sifat Allah sendiri. Ia benar-benar bersifat Ilahi. Beberapa pihak, misalnya bidat saksi Yehowah, tidak  dapat mengerti hal ini karena mengabaikan bahwa Yesus memeakai suatu analogi ketika Ia menyatakan diriNya sebagai “Anak Allah”. Mereka juga telah mengabaikan arti sebenarnya dari istilah “anak dari ….” Dalam bahasa yang dipaki Yesus. [18]
3.      Dalam pasal pertama Injil Yehanes dan dalam kitab Wahyu, hubungan antara Yesus dan Allah diungkapkan  dengan cara lain. di situ Yesus disebut “firman” atau logos Allah (Yohanes 1:1-18;Wahyu 19:13). Firman Allah tentu adalah cara Allah berbicara. Tetapi bila PB menyebut Yesus “Firman”, lebih dari itu yang dimaksudkan. Sebab, Yohanes mengatakan, “Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1) – yakni, berita Allah kepada umat manusia tidak hanya ditulis dalam sebuah kitab, namun dinyatakan dalam Pribadi Allah sendiri. Ia juga mengataka, Firman itu telah menjadi manusia (Yohanes 1:14): Allah sendiri terkandung di dalam “Firman”, yakni di dalam Yesus. Jadi Yesus menyatakan diriNya sebagai “Anak Allah” dan penulis PB juga melukiskan hal ini dengan istilah “Firman Allah”. Yang mereka maksudkan ialah melalui Yesus, kita benar-benar dapat mengenal Allah. Yesus sendiri berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yohane 14:9). Itu sebabnya begitu penting bagi kita untuk kembali ke ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Yesus yang sebenarnya, karena dalam kehidupan dan pengajaranNya kita dapat melihat dan mendengar tentang siapa sebenarnya Allah itu.[19]
 
Hamba Tuhan
            Mungkin kita paling baik akan menemukan tentang siapa Allah sebenarnya melalui gelar ini-“hamba” (Yesaya 52:13) – yang rupanya dikenakan Yesus kepada diriNya sendiri dan perkerjaanNya. Memang benar tidak ada nats dalam klitab-kitab Injil yang menunjukkan Yesus menyebut diriNya sendiri sebagai “hamba Allah”. Namun seperti yang telah dikemukakan di atas, karena Ia hidup dan mati dengan cara seperti yang dinubuatkan bagi “Hamba TUHAN yang menderita” dalam kitab Yesaya, maka pengertianNya tentang apa artinya menjadi Mesias dangat berbeda dengan peranan Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi pada zamanNya. Kitab-kitab Injil juga banyak menyebutkan bagaimana Yesus mengerti keharusan bagi Dia untuk mengalami penderitaan. Salah satu diantaranya adalah pemakaian istilah “Anak Manusia” yang sering berkaitan dengan penderitaan dan kematianNya. Sejak Ia dibaptis dan mungkin pula sebelunya, Yesus melihat, Dia akan menderita. Suara yang didengarNya pada waktu dibaptis (Markus 1:11), yang menggemakan kata-kata dari dalam kitab Yesaya mengenai hamba Tuhan yang menderita (Yesaya 42:1), menegaskan bahwa pekerjaanNya harus dilaksanakan dengan penyangkalan diri dalam kerendahan hati. Keyakinan ini diulangi dengan tegas ketika Ia menghadapi pencobaan yang datang.
            Menurut Markus, Yesus memperingatkan murid-muridNya sejak awal pelayananNya bahwa saatnya sudah dekat ketika mempelai – yakni Dia sendiri – akan diambil dari sahabat-sahabatNya (Markus 2:20). Segera setelah Petrus menyatakan kepercayaannya bahwa Yesuslah Mesias, Yesus mengatakan lagi, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan” (Markus 8:31). Tujuan yang agung akan tercapai melalui pelayanan dan penderitaanNya: “Anak Manusia juga datang…. Untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:45).
Nabi
            Yesus dikenal sebagai seorang nabi dan tampaknya Ia menerima sebutan itu.[20] Pada waktu Ia disudutkan oleh pertanyaan serius di dalam ruangan rumah ibadat di tempat asalNya, Yesus menanggapi, “Seorang nabi di hormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya” (Markus 6:4; Lukas 4:24; Yohanes 4:44). Kemudian Ia menyatakan, “Tidakkah semestinya seorang nabi dibunuhkalau tidak di Yerusalem” (Lukas 13:33). Menurut pendapat Michael L. Cook yang dikutip oleh A. Roy Eckardt dalam bukunya “Menggali Ulang Yesus Sejarah” bahwa, “Yesus telah berkiprah sebagai seorang yang memiliki kuasa (eksousia) yang pasti merupakan ciri kenabian”. Di dalam tradisi alkitabiah kewibaan seorang nabi diakui dan diterima apabila ia dikuasia oleh Roh Allah. Pada waktu kaum keluarga Yesus dan orang-orang lainnya kuatir bahwa Yesus sudah tidak waras atau bahwa Ia mungkin telah dirasuk setan-setan, Ia menanggapi dengan memuji dan memuliakan kehadiran Roh Kudus dan kehendak Allah. Karena Yesus dikenal tidak hanya sebagai seorang nabi, tetapi sebagai seorang nabi akhir zaman, sebagai Dia yang memberitakan telos (maksud akhir) dan finis (tujuan akhir) Allah dan sebagai Dia yang mendatangkan dan mewujudkan “tindakan akhir Allah yang paling menentukan untuk menyelamatkan umatNya. Yesus tidak hanya memberitakan kerajaan Allah dan meminta tanggapan iman, tetapi Ia juga telah mempertaruhkan hidupNya  sendiri dengan menempuh bahaya demi kebenaran yang menjadi isi amanatNya. Akad, tekad dan penyerahan diri menyeluruh pada amanat seseorang inilah yang memberikan kewibawaan sejati pada perkataan kenabian.
            Dua faktor tambahan memuncuulkan diri:
1.      Bagi Yesus dan para pengikutNya, “nabi” jelas-jelas sama artinya dengan “pembuat mujizat”. Karena itu, pantas saja Yesus melakukan banyak penyembuhan atas bermacam-macam penyakit khususnya sakit karena dirusak setan. Ia adalah seorang suci pembuat mujizat. Menurut E.P. Sanders sesuai yang dikutip A. Roy menyimpulkan bahwa Yesus “menjadi terkenal” karena mujizat-mujizat yang dibuatNya.
2.      Seperti juga nabi-nabi lainnya, Yesus menuunjukkan kepedulianNya yang khusus kepada orang-orang yang tersingkir, yang menderita, yang hina. Kepedulian-kepedulian ini ditekankan dalam teologi pembebasan. Menurut Albert Nolan sesuai yang dikutip A. Roy menulis bahwa “Orang-orang yang Yesus perhatikan disebut di dalam kitab-kitab Injil dengan bermacam-maca istilah: orang miskin, orang buta, orang timpang, orang lumpuh, orang berpenyakit kusta, orang yang lapar, orang yang sengsara, orang berdosa, para tuna susila, para pemungut pajak, orang-orang yang dirasuki setan, orang yang dianiaya, yang diijak-injak, yang tertawan, semua yang bekerja keras dan berbeban terlampau berat, rakyat jelata yang tida tahu apa-apa tentang hukum, orang banyak, orang-orang kecil, yang paling kecil dan kanak-kanak atau domba yang hilang dari rumah Israel.” Kepada merekalah Yesus memberitakan kabar baik tentang kerajaan Allah.[21]


Daftar Pustaka
Drewes, B. F. Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Darmawijaya. Gelar-gelar Yesus. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991.
Surbakti, Elisa B. Benarkah Yesus Juruselamat Universal?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Drane John. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Eckardt, A. Roy. Menggali Ulang Yesus Sejarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.




[1] B.F.Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar., hlm. 274.
[2] Ibid., hlm. 208.
[3] Ibid., hlm. 133.
[4] Ibid., hlm. 133.
[5] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus., hlm. 39.
[6] Ibid., hlm. 135
[7] Elisa b. Surbakti, Benarkah Yesus Juruselamat Universal?., hlm. 17.
[8] Ibid., hlm. 275
[9] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus., hlm. 79.
[10] B.F.Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar., hlm. 136.
[11] Ibid., hlm. 80.
[12] Ibid., hlm. 136.
[13] Melihat dari latarbelakang pekerjaan Petrus yang dulunya sebelum Yesus memanggilnya adalah nelayan atau penjala ikan, sangat memungkinkan bahwa benar-benar tradisi mesianik dan ciri-ciri mesianik serta hal-hal yang menyangkut lainnya di dalam masyarakat Yahudi tidak hanya diketahui oleh mereka yang menggeluti atau pandai memahami dan menafsirkan Hukum Taurat tetapi juga sampai kepada lapisan-lapisan terbawah dalam sistem sosial di masyarakat. Jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa mungkin saja nanti Petrus mengenal Yesus dalam pengajaran dan pelayananNya, barulah Petrus mengetahui hal ini, sangat kecil kemungkinannya, karena dalam kesaksian Alkitab Tuhan Yesus tidak pernah menyatakan diriNya sebagai mesias dalam kehidupan bersama dengan para muridNya, bahkan terkadang Yesus menyinggung dan mengungkapkan sesuatu yang merupakan rahasia bagi para murid tetapi mereka tidak mengerti.
[14] Robert R. Boehlke, Siapakah Yesus Sebenarnya?., hlm.83.
[15] John Drane, Memahami Perjanjian Baru., hlm. 81
[16] Orang Yahudi lebih mengaitkan nats-nats seperti itu  mengacu pada Mesias yang akan datang ke dalam dunia dalam misi penyelamatanNya.
[17] Ibid., hlm 82.
[18] Ibid., hlm 82 dan 83.
[19] Ibid., hlm 83.
[20] A. Roy Eckardt, Menggali Ulang Yesus Sejarah., hlm.27
[21] Ibid., hlm. 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DENGARKANLAH JERITANNYA: Sebuah Perspektif Ekologi Aluk Todolo terhadap Pandemik Covid-19

DENGARKANLAH JERITANNYA: Sebuah Perspektif Ekologi Aluk Todolo terhadap Pandemik Covid-19 PANDEMIK COVID-19 Sejak World Health Or...