KRISTUS, LOGOS DAN PARA BAPA GEREJA PURBA
Pada abad kedua dan ketiga bermacam-macam
pandangan dikemukakan oleh para bapa gereja menyangkut hubungan Yesus dengan
Allah. Pandangan yang lazim dalam hal ini berpusat pada penyamaan Kristus
dengan Logos. Latarbelakang diusahakannya penyamaan ini terutama timbul sebagai
reaksi terhadap ajaran-ajaran kaum Gnostik dan beberapa agama Yunani dan Romawi
lainnya. Ada beberapa bapa-bapa gereja yang memberikan pandangannya menyangkut
hal ini dan bahkan ada juga perdebatan yang terjadi diantara mereka salah
satunya adalah Arius dan Atanasius. Namun, sebelum lebih jauh melihat
pandangan-pandangan para bapa gereja, adalah lebih baik jika kita memahami
definisi dari kedua kata ini, yaitu Kristus dan Logos.
I. Kristus
Kata Kristus berasal dari bahasa Yunani
"Christos" (Χριστός) yang berarti "yang diurapi", artinya
dituangi minyak di kepalanya. Pengurapan biasa dilakukan di kalangan bangsa
Israel sebagai tanda bahwa orang yang diurapi itu mendapatkan jabatan atau
kedudukan khusus. Misalnya, Saul dan Daud masing-masing diurapi menjadi raja Israel oleh Samuel (1 Samuel 10:1, 16:13). Kristus adalah salah satu gelar yang diberikan
kepada Yesus, karena
orang Kristen perdana percaya bahwa Yesus adalah sang Juru Selamat (Mesias) yang
dijanjikan sejak masa Perjanjian Lama.[1]
Dalam versi-versi Alkitab bahasa
Indonesia, istilah Christos pernah diterjemahkan menjadi: Almaseh (BABA);
Almasih (KL1870, SB); Elmesehh (LDKR); Kristoes (KL1863), dan Kristus (TB, BIS,
TL, FAYH, WBTC, ENDE). Sedangkan kata Messias pernah diterjemahkan menjadi al-Masih
(KL1863); Almasih (KL1870); Djoeroe-Slamat (KL1863); Elmesehh (LDKR); Masehi
(SB); Masiha (BABA); Mesias (TB, BIS, FAYH, WBTC, ENDE); Messias (TL); dan Raja
Penyelamat (BIS).[2]
II. Logos
Kata logos
berasal dari bahasa Yunani yang berarti sabda atau buah pikiran
yang diungkapkan dalam perkataan, pertimbangan nalar atau arti. Dalam
bahasa Ibrani davar berarti
hal yang ada di belakang yang adalah firman
kreatif Allah dan sejajar dengan sofia (hikmat), yaitu pengantara Allah dalam hubungan
dengan ciptaan-Nya. Kata ini dipakai dalam LXX (Septuaginta)
untuk menterjemahkan davar berarti kata,
tetapi kemudian berkembang dengan berbagai arti: dalam tata bahasa logos
mengartikan kalimat yang lengkap dalam logika
mengartikan suatu pernyataan yang
berdasarkan kenyataan; dalam retorika mengartikan pidato
yang tersusun secara tepat.[3]
Dalam Filsafat
Pada abad 6 SM merupakan zaman acuan
yang disebut zaman peralihan dari mitos ke logos.
Sebelumnya mitos alam
semesta dan kejadian di dalamnya terjadi akibat kuasa gaib dan adikodrati, para dewa-dewi. Seorang
pemikir bernama Miletos dari Asia
Kecil memahami bahwa dunia dan gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos akan tetapi
pada logos. Melalui Logos mereka mencari prinsip rasional dan
objek-ilmiah untuk menjelaskan keteraturan dunia dan posisi manusia di dalamnya.[4] Manusia menerima kemampuan untuk mengerti diri sendiri dan untuk
berpikir. Istilah logos juga dipakai oleh aliran Stoa dengan mengikuti Herakleitos (abad ke 6
sM). Istilah tersebut dipakai untuk mengartikan kekuasaan atau tugas ilahi yang
memberi kesatuan, pertalian dan makna pada alam semesta (logos spermatikos), manusia
menjadikan selaras dengan dasar yang sama, dan manusia itu sendiri dikatakan
mempunyai logos baik sebagai budi rasio (logos endiathetos) maupun
sebagai kemampuan berbicara (logos proforikos).[5]
Dalam Perjanjian Lama
Dalam tradisi orang Israel, ucapan
seseorang dianggap dalam pengertian tertentu sebagai sebagian dari kedirian si
pembicara yang mempunyai keberadaan sendiri yang nyata. Maka ucapan atau Firman Allah dalam
Alkitab ialah
penyataan diri-Nya sendiri dan kata davar bisa
menunjuk kepada berita-berita tersendiri yang diberikan kepada para nabi, atau
kepada isi pernyataan dalam keseluruhannya. Kata itu ada dipakai 394 kali
tentang komunikasi dari Allah kepada
manusia. Davar mengandung kuasa yang serupa
dengan kuasa Allah yang mengucapkannya (Yes 55:11), melaksanakan kehendak-Nya, davar lebih
menunjuk kepada Firman Allah yang tertulis.[6]
Dalam Perjanjian Baru
Di dalam Perjanjian Baru, kata logos
dipakai dengan pengertian pesan Injil Kristen tentang
Firman kehidupan (Fil 2:12) Firman kebenaran (Ef 1:13) kabar keselamatan (Kis
13:26), berita perdamaian (2 Kor 5:19) dan pemberitaan tentang salib (I Kor. 1:18), dalam bahasa Yunani semuanya disebut logos. Logos ialah amanat dari
pihak Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, yang wajib diberitakan dan
taati.[7]
Injil
Yohanes (Yohanes 1:1) mengatakan
bahwa sabda adalah pre-eksistensi, yakni sudah ada (existere) dalam
bahasa Latin sebelum (prae) sebelum
dunia diciptakan. Dengan perantaraan Sabda semuanya diciptakan, maka sabda
tidak diciptakan. Logos/sabda tidak diciptakan dari ketiadaan, melainkan dilahirkan
sejak kekal dari hakikat (ousia: Yun) ilahi maka ia sehakikat (homo ousios) dengan Bapa.[8]
III.
Pandangan Para Bapa Gereja
Berikut akan dipaparkan
pandangan-pandangan para bapa gereja menyangkut kedua konsep atau dapat
dikatakan hubungan kedua hal di atas.
1.
Yustinus Martis yang
dipengaruhi oleh pandangan Philo, berpendapat bahwa Logos adalah semacam “Allah
kedua” yang telah terjelma dalam seorang pribadi historis Yesus, untuk
keselamatan manusia. Meskipun Logos yang terjelma ini tidak berbeda dari Allah
Bapa, Ia adalah Allah kedua.
2.
Iraneus berpendapat bahwa
Logos, yang menjelma dalam Yesus Kristus adalah agen ilahi dari Wahyu.
3.
Tertulianus menyatakan bahwa
meskipun dari segi substansi Allah adalah satu, Allah memiliki tiga aktivitas
atau pribadi (secara substanssi hanya satu tetapi dalam perwujudannya adalah
tritunggal). Logos atau akal budi dalam Allah mengungkapkan diriNya dalam
sabda. Dalam Yesuslah sabda menjelma (mengutip Injil Yohanes).
4.
Klemens berpendapat bahwa
Allah diketahui hanya melalui Logos, akal budi Allah. Logos abadi adalah
cerminan sempurna dari Allah dan merupakan sarana untuk mengenal Allah. Logos
telah mengilhami para filsuf Yunani, dan Yesus adalah Sang Logos, pedoman bagi
semua manusia.
5.
Origenes mengajarkan bahwa:
- Hanya ada satu Allah, Bapa, yang adil dan baik dan pencipta segala sesuatu,
- Yesus Kristus, Alla-manusia, adalah penjelmaan dari Logos dan sama abadinya dengan Bapa meskipun lebih rendah dari Bapa,
- Roh Kudus yang tak tercipta berhubungan dengan Bapa dan Putra.
6.
Arius berpendapat bahwa Putra
memiliki awal sedangkan Allah tanpa awal. Penafsiran ini membuat Kristus lebih
rendah dan menjadi nomor dua setalah Allah.
7.
Atanasius menekankan keunikan
Kristus, wahyu Kristen dan kesamaan abadi dengan Allah. Atanasius berpendapat
bahwa Allah dan Kristus adalah sama.[9]
Dalam perdebatan antara Arius
dan Atanasius ini akhirnya dimenangkan oleh kelompok Atanasius. Pendirian Arius
tentu berpotensi besar menyebabkan agama Kristen lebih inklusif terhadap
penjelmaan-penjelmaan lain, sedangkan pandangan Atanasius menghasilkan sebuah
agama Kristen yang eksklusif dengan Yesus sebagai satu-satunya penjelmaan yang
sejati. Pada saat inilah agama Kristen mulai menjadi agama yang superior dan
mengalami masa-masa jayanya.[10]
Para pemikir awal berikutnya
dalam gereja Kristen Barat, seperti Agustinus mengalihkan pada analisis
menganai hakikat manusia, rahmat Allah dan gereja sebagai alat penyelamatan.
Fokus utama gagasan Kristen adalah apa yang dilakukan oleh Kristus. Pemikiran
Agustinus lebih berpusat pada hakikat kehadiran Kristus dalam sakramen
Ekaristi.
Kekuatan yang ditimbulkan oleh
sikap eksklusif agama Kristen ditunjukkan oleh fakta bahwa pada tahun 500 agama
Kristen sama sekali mengubah kehidupan keagamaan dari Kekaisaran Romawi.
Agama-agama lokal Yunani dan Romawi akhirnya gulung tikar. Sikretisme mereka
yang gampangan menjadi jalan bagi penegasan yang keras dari agama Kristenbahwa
keselamatan hanya dapat diperoleh melalui gereja.[11]
[1] Oleh kebanyakan orang Yahudi (Yesus sendiri adalah seorang rabi
Yahudi),
Yesus tidak dianggap sebagai Mesias
mereka. Bahkan Injil Kanonikal mencatat tentang beberapa peristiwa
"Penolakan atas Yesus.”
Walaupun demikian orang-orang Kristen Nicea menunggu Kedatangan Kedua
Yesus Kristus
yang akan menggenapi sisa nubuatan Mesias
Kristen.
[10] Untuk lebih jelasnya
dapat dibaca dalam Makalah yang saya tulis dengan judul Misi Sebagai
Kontekstual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar