Genderang perang senantiasa bergaum diseluruh jagad
nusantara terhadap penyalagunaan narkoba yang kini menjadi perhatian khusus di
negeri yang kita cintai. Indonesia kini menjadi sasaran yang subur bagi para
bandar dan pengedar narkoba dari seluruh belahan dunia. Penyalahgunaan narkoba
tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja tetapi kini juga telah menjamur di
pedesaan dan di daerah-daerah terpencil di seluruh wilayah Nusantara. Narkoba
kini tidak hanya kita jumpai di tempat hiburan malam saja tetapi juga di
sekolah-sekolah, tidak hanya dikonsumsi oleh orang muda tetapi juga oleh orang
tua sampai kepada anak-anak di bawah umur.
I.
NARKOBA dan
DUNIA MALAM
A.
Narkoba
Narkoba atau
napza adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan. Jika diminum,
diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikam, berpengaruh terutama pada kerja otak
(susunan saraf pusat) dan sering
menyebabkan kertergantungan. Akibatnya, kerja otak dan fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran
darah, pernapasan, dan lain-lain) berubah (meningkat atau menurun). Narkoba disebut berbahaya, karena bahannya membahayakan dan penggunaannya melanggar hukum di Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan
peredarannya diatur dalam undang-undang. Barangsiapa yang menggunakan dan
mengedarkannya diluar ketentuan hukum, dikenai sanksi pidana penjara dan
hukuman denda. Disini penekanannya pada pengaruh ketergantungannya. Oleh karena itu, selain narkotika dan psikotropika, yang
termasuk napza adalah juga obat, bahan atau zat, yang tidak diatur dalam
undang-undang, tetapi menimbulkan ketergantungan, dan sering disalahgunakan.[1]
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia darurat
narkoba. Makassar yakni ibukota provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu
pintu masuk yang cukup baik dalam usaha pemasokan dan pengedaran narkoba.
Fasilitas seperti pelabuhan dan bandar udara yang cukup besar tentu menjadi
pintu masuk yang sangat baik. Kepala BNNP (Badan
Narkotika Nasional Provinsi) Sulawesi
Selatan Brigjen Pol Mardi
Rukmianto mengatakan bahwa dalam
rapat terakhir di tahun 2017 bersama dengan BNNP Maluku, BNNP Maluku Utara,
BNNP Sulawesi Barat dan BNNP Papua diketahui jika Provinsi
Sulawesi Selatan memang menjadi daerah strategis untuk mengedarkan
dan mendistribusikan narkoba ke Kawasan Timur Indonesia (KTI). Ketua Granat (Gerakan
Nasional Anti Narkotika) Makassar Arman Mannahau, mengiyakan jika Sulawesi Selatan menjadi transit
narkoba yang akan diedarkan di Kawasan Timur Indonesia.[2]
Menurut data BNNP Sulawesi Selatan, pengguna narkoba
pada tahun 2016 mencapai angka ±130.400 yang mana penggunnya kebanyakan mereka
yang masih berusia produktif yakni 10-35 tahun. Itu berarti yang banyak menjadi
pemakai bahkan pecandu adalah para kaum pelajar. Menurut data dari BNNP Sulawesi Selatan, dari jumlah pengguna
narkoba di atas, baru sekitar 1.428 orang yang direhabilitasi. Sementara
yang ditangkap atau tindaki
bersama pihak kepolisian hanya 1.621 orang.[3]
Menurut Kepala Bidang Pencegahan BNNP Sulawesi
Selatan yaitu Jamal, bahwa dengan angka
penyalahgunaan narkotika seperti itu
maka Sulawesi Selatan masuk urutan sembilan tertinggi di
Indonesia.[4]
B.
Dunia Malam
Jika kita mendengar dua kata ini yaitu “dunia malam”,
terkadang orang dengan cepat mengambil kesimpulan bahwa dua kata itu
berkonotasi negatif. Dunia malam sebenarnya tidak sesempit itu. Dunia malam
dapat diartikan secara luas yaitu segala usaha, kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan saat malam hari.[5]
Tidak dapat disangkal bahwa ada kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang memang
harus ataupun lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada malam hari
(contohnya menangkap ikan). Setiap usaha dan kegiatan yang positif itu ternyata
juga menjadi bagian dalam dunia malam dalam arti yang luas. Meskipun arti dunia
malam secara luas seperti yang telah dijelaskan, namun dalam tulisan ini akan
dikhususkan untuk membahas dunia malam dalam artian dunia yang bebas di mana
orang dapat mengekspresikan kebebasannya sebebas-bebasnya. Secara sederhana
dapat dikatakan dunia yang menyuguhkan hiburan-hiburan malam seperti klub malam, kafe,
diskotik, karaoke atau pusat hiburan lainnya.
Sulawesi Selatan secara umum dan kota Makassar secara
khusus juga merupakan lahan yang subur tempat bertumbuhnya dunia malam.
Makassar yang adalah kota metropolitan pastinya tidak tabuh dengan hal-hal
seperti ini. Klub
malam, kafe, diskotik, karaoke atau pusat hiburan lainnya mungkin dapat dikatakan sudah menjamur di Makassar.
Pelanggan-pelanggannya pun tak pernah sepih karena hiburan malam memiliki daya
tarik tertentu bagi mereka yang ingin memanjakan diri dan mencari hiburan
pemuasan naluri seksual yang mungkin tidak didapatkan di tempat lain. Beberapa
tempat atau lokasi di Makassar yang menawarkan hiburan-hiburan ini sudah menjadi
rahasia umum bagi masyarakat. Meskipun realitanya seperti itu, tetapi belum ada
langkah yang pasti dan berani yang diambil oleh pihak berwenang untuk
memberantas hal-hal ini.
C.
Kaitan
Narkoba dan Dunia Malam
Menjadi menarik untuk memikirkan bahwa adakah
sumbangsi yang turut diberikan dunia malam dalam peningkatan penyebaran narkoba
khususnya di kota Makassar? Dalam arti dunia malam yang luas, tidak dapat
disangkal juga bahwa beberapa orang menggunakan narkoba untuk menghilangkan
rasa lelah akibat bekerja dengan berlebihan. Ada banyak kasus yang dapat
menjadi acuan misalnya beberapa artis atau selebriti Indonesia yang terjerat
narkoba akibat memaksakan diri untuk bekerja.
Dalam arti yang sempit dapat dilihat berdasarkann data
yang telah dikumpulkan. Menurut BNNP Sulawesi Selatan, memang dunia malam juga
menjadi salah satu sarana atau wadah penyebaran dan penyalahgunaan narkoba. Rata-rata
10 orang setiap bulannya
terjaring razia di wilayah Sulawesi Selatan di
tahun 2016. Sekitar
65 persen dari angka itu
adalah perempuan. Mereka menggunakan
narkoba dengan tujuan meningkatkan hasrat bekerja di dunia malam.[6]
Berdasarkan fakta-fakta di atas maka dapat disimpulkan
bahwa memang dunia malam baik dalam arti yang luas maupun sempit menjadi wadah
dan sarana penyebaran dan penggunaan narkoba. Situasi yang mendukung tentu juga
menjadi salah satu alasan yang memungkinkan kasus-kasus ini terjadi. Penanganan
yang serius dari pemerintah dan bahkan semua komponen yang ada termasuk
masyarakat sangat dibutuhkan dalam menghadapi masalah yang tidak gampang ini.
II.
PERKEMBANGAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Perkembangan penyalahgunaan narkoba semakin hari semakin memprihatinkan. Salah
satu tempat di Sulawesi Selatan yang juga menjadi salah satu tujuan pariwisata
yaitu Toraja, yang dikenal dengan julukan Tondok Lepongan Bulan, Tana
matari’ allo, yang kaya dengan adat
dan budaya yang luar biasa, kini seolah-olah telah kehilangan jati diri
sebagai basis terbesar orang Kristen di Provinsi Sulawesi Selatan.
Penyalahgunaan narkoba di Toraja yang kini terbagi menjadi dua Kabupaten, Tana
Toraja dan Toraja Utara sungguh mencangangkan. Penyalahgunaan narkoba yang
sangat memprihatinkan di daerah ini, narkoba juga digunakan sebagai dopin bagi
kerbau petarung. Salah satu tradisi yang ada di wilayah Toraja adalah adu
kerbau yang dalam bahasa daerah setempat disebut pasilaga tedong.
Tradisi ini dilaksanakan dalam rangkaian upacara kematian yang disebut rambu
solo’.
Awalnya tradisi ini berlangsung
dengan baik bahkan menjadi tontonan yang sangat menarik bagi banyak orang.
Namun dalam perkembangannya, tradisi ini mulai mendapat tanggapan-tanggapan
kontra akibat ulah dari orang-orang yang mengkomersilkan tradisi ini. Salah
satu masalah yang terjadi yang berkaitan dengan tema KNMTI tahun 2017 adalah
penyalahgunaan narkoba yang diberikan kepada kerbau-kerbau yang akan diadu yang
biasa disebut kerbau petarung.
Untuk memperoleh kemenangan, para pemilik kerbau
petarung menyuntikkan atau memberi makan kerbau mereka dengan narkoba. Hal ini
dimaksudkan agar kerbau menjadi ganas dan juga memberi efek tahan terhadap rasa
sakit sehingga dapat bertarung habi-habisan. Beberapa ciri-ciri yang terlihat
ketika kerbau diberikan narkoba, yaitu:
1.
Bagian bola mata
yang berwarna putih, berubah menjadi merah,
2.
Kerbau menjadi
liar dan sulit dikendalikan,
3.
Kerbau menjadi
lebih ganas dalam bertarung,
4.
Mampu menahan
rasa sakit.
Hal-hal
di atas menjadi sebuah masalah baru dan membuka mata kita bahwa ternyata bukan
hanya manusia yang memakai narkoba tetapi juga binatang. Tindakan ini dapat
dikategorikan sebagain sebuah tindakan eksploitasi terhadap binatang.
III.
PANDANGAN
HUKUM dan ALKITABIAH MENANGGAPI
PENYALAHGUNAAN NARKOBA TERHADAP BINATANG
A.
Pandangan
Hukum
Terkait dengan penyalahgunaan narkoba yang menjadikan
binatang sebagai objek, secara langsung memang tidak diatur dalam Undang-undang
ataupun aturan lainnya. Tetapi tindakan di atas termasuk dari usaha manusia
untuk mengekploitasi, menganiaya, merusak kesehatan, tidak menyejahterakan, dan
menyalahgunakan binatang dalam kasus ini kerbau, memiliki aturan dalam tatanan
hukum di Indonesia. Beberapa aturan itu, yakni:
1.
Undang-undang No.
18 Tahun 2009 pasal 66-67 tentang Kesejahteraan Hewan,
2.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Pasal 302
3.
Undang-undang
No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan
4.
Peraturan
Pemerintah No. 95 Tahun 2012.
Dari segi perundang-undangan, dapat dilihat bahwa pada
prinsipnya Indonesia merupakan negara yang ramah terhadap satwa dan juga telah
melihat pentingnya keseimbangan antar makhluk hidup. Berdasarkan beberapa
aturan di atas, dapat pula disimpulkan bahwa dari segi perundang-undangan,
kasus di atas yakni penyalahgunaan narkoba kepada binatang sangat tidak
dibenarkan dan itu termasuk dalam tindakan yang dapat dipidanakan. Meskipun ini
telah menjadi rahasia umum baik dalam pemerintah maupun masyarakat, namun belum ada upaya ataupun perhatian serius yang
ditunjukkan oleh pemerintah sebagai usaha penanganannya.
B.
Pandangan
Alkitabiah
Teks yang paling sering diperbincangkan menyangkut
kasus di atas dalam kaitan dengan ilmu teologi adalah Kejadian 1:28. Kata
“taklukkanlah” dan “berkuasalah”. Perintah untuk “menaklukkan” dan “menguasai”
seakan mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi untuk tujuan dan
kepentingan manusia. Padahal perintah-perintah itu dalam analisis eksegetis
menunjukkan bahwa kata itu berarti “pengusahaan” bumi dan bukan dorongan untuk
memperlakukan binatang-binatang dengan kasar.[7]
Tokoh yang juga lantang menyuarakan hal ini adalah
seorang yang bernama Lynn White pada tahun 1970. Ia menganggap kekristenan
membantu berkembangnya pandangan bahwa manusia “mengatasi” ciptaan yang lain
dan manusia berhak menguasainya. Kesalahan ini terjadi akibat dari kekeliruan
dalam penafsiran Kejadian 1:28.[8]
Pandangannya juga menyatakan kesejajaran kedudukan antara manusia dan ciptaan
yang lain.
Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan
bahwa dalam paham eko-teologi, manusia diciptakan dan dianugerahkan pikiran,
bukan untuk merusak ataupun mengeksploitasi ciptaan lain, melainkan untuk
mengelola dan merawat agar semua yang Allah ciptakan tetap dalam keadaan baik
adanya. Manusia harusnya menjadi pemelihara dan juga menjaga keseimbangan hidup
sesama ciptaan. Manusia tidak seharusnya menjadi subjek dan menjadikan ciptaan
lain sebagai objek sehingga tindakan eksploitasi menjadi hal yang dibenarkan.
Dengan melihat kasus diatas, maka dapat dikatakan para pelaku telah mengabaikan
tugas yang diberikan oleh Allah.
IV.
KESIMPULAN
dan SARAN
Narkoba merupakan zat atau obat-obatan yang berbahaya dan bertentangan
dengan hukum yang ada di Indonesia. Narkoba banyak tersebar di seluruh daerah
di Indoensia tanpa terkecuali Makassar yang juga menjadi basis besar narkoba. Yang dapat
dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas,
sehingga merugikan masa depan bangsa, karena merosotnya kualitas sumber daya
manusia dan juga kurangnya pengetahuan terutama generasi mudanya.
[7] Celia Deane-Drummond, Teologi
dan Ekologi Buku Pegangan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)., hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar